Dr. Sunu Wibirama
*Universitas Gadjah Mada
*Mantan santri kalong madrasah diniyah Margo Rahayu /
PP. Al Munawwir Krapyak, Jogja

Analogi ushul fiqih dan fiqih dalam konteks machine learning.

Saya merasakan berbagai perdebatan agama di kalangan awam akhir-akhir ini muncul karena mereka tidak mengerti bagaimana proses terjadinya atau keluarnya hukum fiqih atas sebuah kasus. Sebagai seorang peneliti dengan latar belakang teknologi informasi, akan lebih mudah menjelaskan konsep fiqih dan ushul fiqih dalam konteks machine learning — sebuah cabang bidang ilmu kecerdasan buatan (AI) yang berfokus pada pengembangan metode komputasi untuk menciptakan komputer yang dapat belajar secara otomatis dan meniru kecerdasan manusia tanpa harus secara eksplisit diprogram oleh manusia.

Saya mencoba menganalogikan ushul fiqih sebagai ”algoritma machine learning”, fiqih itu sebagai “model matematis yang sudah di-training”, sumber rujukan ushul fiqih sebagai “data latih” atau training set, kasus baru sebagai “data uji” atau testing set, dan hukum fiqih yang lima (wajib, haram, mustahab/sunnah, mubah, makruh) sebagai “kelas” atau “kategori”.

Saat kita menggunakan metode ushul fiqih yang berbeda, bisa jadi hasil hukum fiqihnya sama, bisa jadi berbeda. Kewajiban ibadah shalat fardhu lima waktu adalah contoh kasus paling mudah adanya kesepakatan seluruh mazhab fiqih. Meski demikian, beberapa kasus baru bisa juga memiliki hukum fiqih berbeda antara satu mazhab fiqih dengan yang lainnya.

Misalnya, memahami posisi hukum fiqih dari seorang makmum yang membaca Al Fatihah di shalat jama’ah. Satu mazhab bisa mengatakan hal itu sunnah atau bahkan sangat dianjurkan, mazhab yang lain mengatakan makruh. Mengapa demikian?

Bisa jadi masing-masing mazhab fiqih memiliki cara pandang yang berbeda saat melihat data latih (baca: kasus dan dalil dari qur’an, hadits, qiyas, ijma, dan bahkan kebiasaan penduduk di wilayah tertentu).

Masing-masing mazhab memiliki “bobot” (prioritas) yang berbeda untuk menimbang kontribusi dari masing-masing data mentah tersebut. Tentu hasil model matematisnya (baca: fiqih) berbeda dan menghasilkan hukum fiqih berbeda pula.

Ada dalil yang secara substansi mewajibkan pembacaan Al Fatihah sebagai rukun shalat yang tidak boleh ditinggalkan seorang muslim dalam kondisi apapun. Ada juga dalil lain yang menyatakan bahwa ketika Al Quran dibacakan, seorang muslim wajib mendengarkan. Lalu, bagaimana jika kasusnya dalam shalat jama’ah? Apakah kita sebagai makmum harus membaca Al Fatihah? Sementara dalil Al Quran sangat tegas untuk memerintahkan kita mendengarkan bacaan Al Quran?

Di sinilah Anda butuh metode untuk melakukan klasifikasi hukum fiqih: bagaimana hukum membaca Al Fatihah bagi seorang makmum? Apakah mustahab dan dianjurkan, atau apakah makruh? Lalu, apakah mereka yang menghukuminya makruh adalah sesat, atau sebaliknya apakah yang menghukuminya sebagai mustahab adalah sesat?

Maka, seorang muslim yang berdedikasi perlu belajar sampai paripurna sebelum mengeluarkan fatwa agama.

Apalagi jika ia adalah seseorang yang dianggap sebagai ustadz dalam jama’ah pengajiannya. Bisa jadi ia baru mempelajari satu algoritma machine learning saja (satu metode ushul fiqih berikut fiqihnya), dan tidak melihat algoritma yang lain. Padahal bisa jadi kalangan yang lain menggunakan algoritma yang berbeda. Pada satu kasus, beberapa kaidah ushul fiqih berikut fiqihnya bisa dipakai dalam kondisi tertentu dan ternyata menjadikan ibadah lebih mudah dilaksanakan.

Misalnya, jika seseorang menggunakan fiqih mazhab Syafi’i yang menghukumi batalnya wudhu seorang laki-laki ketika menyentuh kulit perempuan, baik dengan/tanpa syahwat, dalam kondisi sedang thawaf, tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi jama’ah haji. Maka, beberapa jama’ah haji mengambil pendapat mazhab Hanbali yang mengatakan batalnya wudhu terjadi jika disertai syahwat. Apakah lalu orang yang mengambil pendapat berbeda tersebut menjadi sesat? Tentu tidak, bukan?

Dalam riset machine learning, kita boleh mengambil satu algoritma terbaik di antara beberapa algoritma lain. Tapi ada kaidah yang harus diingat: algoritma itu unggul untuk kasus (testing set) tertentu. Algoritma Support Vector Machine (SVM) bisa unggul dari algoritma lain saat kasus pengenalan wajah, misalnya. Tapi pada kasus pengenalan tulisan tangan, bisa jadi algoritma Naive Bayes (NB) yang lebih unggul.

Ushul fiqih dan fiqih pun demikian. Semuanya adalah ikhtiar dan produk ijtihad intelektual dari para ulama’ kita untuk mendekatkan ummat Islam pada perintah Rasulullah SAW. Masing-masing metode ushul fiqih dan fiqih akan memiliki perbedaan dan ciri khas tertentu.

Bagi orang awam, akan lebih pas jika kita banyak belajar, mencari tahu, memahami, dan tidak sembarangan memberi fatwa hukum fiqih. Bagi ulama’, penting kiranya berlaku adil menunjukkan berbagai variasi metode ushul fiqih yang ada, berbagai perbedaan hukum fiqih pada sebuah kasus, dan mengapa secara pribadi ia mengambil sikap (memilih) hukum tertentu untuk sebuah kasus — tanpa merendahkan ulama lainnya. Hal ini akan lebih bermanfaat daripada menyerang ulama lain yang berbeda pendapat dengan sebutan-sebutan yang kurang pas didengar oleh masyarakat awam.

Hal terakhir yang perlu diperhatikan juga, fiqih harus relevan sepanjang zaman.

Metode ushul fiqih tersebut harus teruji untuk kasus-kasus baru yang belum pernah ada di zaman Rasulullah. Kasus keributan seputar hukum cryptocurrency (if you know what I mean) atau digital wallet misalnya, adalah contoh sederhana bagaimana pemahaman terhadap variasi metode ushul fiqih itu diperlukan.

Algoritma machine learning (ushul fiqih) yang baik biasanya akan tangguh menghadapi kasus baru. Algoritma ini mampu mengambil keputusan untuk kasus yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan akurasi tinggi. Dalam terminologi machine learning, model matematisnya mampu melakukan generalisasi dengan baik (good fit) — tidak overfitting (terlalu kaku, saklek) dan tidak pula underfitting (terlalu bebas, liberal).

Demikianlah konsep Islam yang benar: pertengahan (wasathiyyah), tidak ekstrim dan tidak juga terlalu bebas dalam beragama.

Semoga menginspirasi.

Tabik,
Jogja, 17 Mei 2024

Bahan bacaan:
1. Kelleher JD, Mac Namee B, D’arcy A. Fundamentals of machine learning for predictive data analytics: algorithms, worked examples, and case studies. MIT press; 2020 Oct 20. Informasi terkait buku bisa dicek di sini.

2. Muhajir, A. Syarah Al-Waraqat fi Ushul Al-Fiqh: Memahami Kaidah Asasi Hukum Islam. Qaf Media Kreativa; 2022 June. Informasi terkait buku bisa dicek di sini.